SELAMAT DATANG

Ingin meningkatkan traffic pengunjung

"Ingin meningkatkan traffic pengunjung dan popularity web anda secara cepat dan tak terbatas...?...
Serahkan pada saya..., Saya akan melakukannya untuk anda GRATIS...!..Klik Artikel ini atau disini-1 dan disini-2 dan disini-3


Headline Hari ini

RABIES

Filed under: , by:




Klasifikasi virus


Grup : Grup V ((-)ssRNA)
Ordo : Mononegavirales
Famili : Rhabdoviridae
Genus : Lyssavirus
Spesies : Rabies virus


Rabies (Latin: rabies, “madness, rage, fury”) adalah penyakit viral zoonosis yang menyebabkan encephalitis akut (radang otak) pada mamalia. Pada manusia yang tidak divaksinasi, rabies hampir selalu fatal setelah gejala neurological terlihat, tetapi vaksinasi cepat setelah terpapar dapat mencegah bekerjanya virus.


Stuktur
Virus rabies adalah Lysavirus. Lysavirus memiliki helical simetri, sehingga partikel infeksiusnya kira-kira berbentuk silindris. Ini merupakan ciri virus yang menginfeksi tumbuhan; virus yang menginfeksi lebih sering kubik simetri dan berbentuk regular polyhedra. Negri bodies pada neuron yang terinfeksi adalah pathognomonic.

Virus rabies memiliki bentuk seperti peluru dengan panjang sekitar 180 nm dan diameter sekitar 75 nm. Salah satu ujungnya membulat atau mengerucut dan ujung yang lainnya planar atau cekung. Lipoprotein amplop memiliki spike yang berbentuk seperti kenop yang tersusun oleh Glikoprotein G. Spike tidak menutupi ujung planar dari virion (partikel virus). Di bawah amplop terdapat lapisan membrane atau matrik (M) protein yang berinvaginasi pada ujung planar. Inti dari virion terdiri dari ribonucleoprotein yang tersusun helic. Genomnya tidak bersegmen dengan antisense RNA. Juga sering terlihat di nucleocapsid adalah RNA dependent RNA transcriptase dan beberapa protein structural.
Replikasi dalam sitoplasma : transcriptase virus mentraskripsi lima RNA subgenom yang ditranslasi menjadi lima protein.( transkritase 150 K ; nucleoprotein 50-62K ; protein matrik 20-30K ; polimer glikoprotein 70-80K dan protein tidak berstruktur 40-50K).(Fenner,Jrank J : 1993)

Diferensial diagnosis
Diferensial diagnosis pada kasus manusia yang diduga terkena rabies pada awalnya termasuk beberapa penyebab dari encephalitis, terutama infeksi virus seperti herpesvirus, enterovirus, dan arbovirus. Virus yang paling penting untuk disingkirkan adalah herpes simplex virus tipe 1, varicella-zoster virus, dan enterovirus, termasuk coxsackievirus, echovirus, poliovirus, dan human enterovirus 68 – 71. Spesifik diagnosis dapat dibuat melalui berbagai teknik, termasuk tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dari cairan cerebrospinal, kultur viral, dan serologi. Faktor epidemiologi (misalnya musim, lokasi geografis, dan umur pasien, sejarah perjalanan, dan kemungkinan terpapar gigitan hewan, rodensia, dan kutu) dapat membantu diagnosis.

Transmisi dan gejala
Kebanyakan hewan dapat terineksi oleh virus rabies dan dapat memindahkan penyakit ini ke manusia. Kelelawar, kera, rakun, rubah, sigung, sapi, serigala, anjing atau kucing yang terinfeksi memiliki resiko paling besar terhadap manusia.

Virus biasanya ada pada syaraf dan saliva dari hewan yang menampakkan gejala gila. Rute infeksi biasanya, tetapi tidak mesti, adalah melalui gigitan. Pada kebanyakan kasus, hewan yang terinfeksi luar biasa agresif, dapat menyerang tanpa provokasi. Transmisi juga dapat terjadi via aerosol melalui membran mukosa; transmisi seperti ini terjadi pada manusia yang memasuki goa yang penuh dengan kelelawar gila. Transmisi dari manusia ke manusia adalah jarang, walaupun ini dapat terjadi melalui operasi transplantasi, atau bahkan lebih jarang lagi, melalui gigitan atau ciuman.

Setelah manusia terinfeksi melalui gigitan, virus secara langsung atau tidak langsung memasuki sistem syaraf tepi. Virus kemudian berjalan sepanjang syaraf menuju sistem syaraf pusat. Selama fase ini, virus tidak bisa dengan mudah dideteksi di dalam hospes, dan vaksinasi masih dapat memberikan imunitas yang diperantarai sel untuk mencegah gejala rabies. Sekali virus mencapai otak, dapat dengan cepat menyebabkan encephalitis dan gejala pun timbul. Hal ini juga dapat menyebabkan medulla spinalis radang yang mengakibatkan myelitis.

Periode antara infeksi dan timbulya gejala seperti flu normalnya adalah 2 – 12 minggu, tetapi dapat mencapai 2 tahun. Segera setelahnya, gejala berkembang menjadi paralysis, cerebral dysfunction, gelisah, insomnia, kebingungan, tidak tenang, perilaku abnormal, paranoia, halusinasi, yang menghasilkan delirium (kegilaan). Produksi saliva yang berlebihan dan air mata dipadukan dengan ketidakmampuan untuk berbicara dan menelan adalah menciri pada fase lanjut dari penyakit; hal ini dapat menghasilkan “hydrophobia”, dimana korban kesulitan menelan, panik ketika dihadapkan dengan air minum, dan tidak dapat menghilangkan haus. Kematian hampir selalu terjadi 2 – 10 hari setelah gejala pertama terlihat.

Patogen dan Imunitas
Virus rabies dapat masuk secara langsung ke dalam syaraf secara langsung yang ada dalam tempat gigitan, virus dapat bereplikasi sekaligus ditempat tersebut. Setelah itu akan masuk kedalam pada ujung syaraf tepi. Genom vireus selanjutnya adakan berpindah secara sentripetal dalam sitoplasma menuju sum-sum tulang belakang. Masuknya virus ke sum-sum tulang belakang dan kemudian otak akan berkaitan dengan gejala klinis pada tidak berfungsinya syaraf. Pada saat yang bersamaan dengan infeksi sistem syaraf pusat yang menyebabkan keberingasan, virion juga dilepaskan dari sell pengahasil lendir pada kelenjar ludah dan selnjutnya berada dalam konsentrasi tinggi pada liur, pada beberapa hari sebelum timbulnya gejala klinis; bahkan sampai akhir gejala klinis.
Selama berlansungnya rabies, respon imun spesifik dan perdarahan inang tidak banyak banyak dirangsang, barang kali karena infeksinya tidak merusak sel otot dan pada sistem syaraf dan karena infeksinya sebagian besar terpusat pada lingkungan sistem syaraf yang terpisah secara imunologik. Setelah mati, kecuali untuk infiltrasi sedang dari sel pedarahan mononukleus pada sistem syaraf, terdapat sedikit bukti histologi atas adanya respon inang terhadap secara percobaan antibodi penetralnya mencapai level yang bermakna menjelang kematian, ketika sudah terlambat utnuk menolongnya, dan dapat membantu imunopathologi dari penyakit.

Pencegahan
Tidak ada obat untuk gejala rabies, tetapi hal ini dapat dicegah dengan vaksinasi, baik pad manusia maupun hewan. Setiap infeksi dengan rabies adalah kematian sampai Louis Pasteur dan Emile Roux mengembangkan vaksin rabies pertama pada tahub 1885. Vaksin ini digunakan pertama kali pada manusia pada 6 Juli 1885 pada anak laki-laki 9 tahun yang dilukai oleh anjing gila. Vaksin terdiri dari sampel virus yang diambil dari kelinci yang terinfeksi.

Human diploid cell rabies vaccine (H.D.C.V.) dimulai pada tahun 1967. Vaksin ini dibuat menggunakan strain virus Pittman-Moore yang dilemahkan. Vaksin ini telah diberikan pada 1,5 juta orang sejak tahun 2006. Purified chicken embryo cell vaccine dan purified Vero cell rabies vaccine sekarang telah tersedia. Purified Vero cell rabies vaccine menggunakan virus rabies strain Wistar yang dilemahkan, dan menggunakan Vero cell line sebagai hospesnya.

• Post-exposure prophylaxis

Pengobatan setelah terpapar, dikenal sebagai post-exposure prophylaxis atau “P.E.P.”, sangat berhasil dalam mencegah penyakit jika diberikan dengan segera, dalam 14 hari setelah infeksi. Langkah pertama adalah segera mencuci luka dengan sabun dan air, yang mana hal ini sangat efektif dalam mengurangi jumlah partikel viral. Di Amerika Serikat, pasien menerima satu dosis immunoglobulin dan 5 dosis vaksin rabies selama 28 hari. Setengah dosis immunoglobulin diinjeksikan pada daerah gigitan , jika mungkin, sisanya diinjeksikan secara intramuskuler di daerah yang jauh dengan daerah gigitan. Dosis pertama dari vaksin rabies diberikan secepat mungkin setelah terpapar, dengan tambahan dosis pada hari ke-3, ke-7, ke-14, dan ke-28. Pasien yang sebelumnya telah menerima pre-exposure prophylaxis tidak menerima immunoglobulin, hanya post-exposure vaksin.

P.E.P. efektif dalam mengobati rabies karena virus harus berjalan dari tempat infeksi melalui system saraf tepi (syaraf yang ada di tubuh) sebelum menginfeksi sistem syaraf pusat (otak dan medula spinalis) dan glandula untuk menyebabkan kerusakan letal. Jalannya virus sepanjang syaraf biasanya cukup lambat sehinnga vaksin dan immunoglobulin dapat ditambahkan untuk melindungi otak dan glandula dari infeksi. Jumlah waktu yang dibutuhkan tergantung pada seberapa jauh area yang terinfeksi dengan otak. Jika korban digigit pada wajahnya, misalnya, waktu antara infeksi awal dengan infeksi pada otak adalah sangat pendek dan P.E.P. bisa jadi tidak berhasil.

• Pre-exposure prophylaxis

Sekarang ini pre-exposure imunisasi telah digunakan pada populasi non manusia. Di banyak yuridiksi, anjing, kucing, dan musang perlu divaksinasi. Pre-exposure vaksinasi juga tersedia untuk manusia. Manusia yang telah divaksinasi kemudian digigit oleh hewan carrier, lalu gagal menerima pengobatan post-exposure, dapat menjadi fatal.

Pada tahun 1984, peneliti pada Wistar Institute mengembangkan sebuah vaksin rekombinan yang disebut V-RG dengan memasukkan gen glikoprotein dari virus rabies ke dalam vaccinia virus. Vaksin ini telah dikomersialkan oleh Merial dibawah merk Raboral. Vaksin ini cukup berbahaya bagi manusia dan aman untuk berbagai spesies hewan yang kemungkinan terpapar secara tidak sengaja di alam.

V-RG telah berhasil digunakan di Belgia, Francis, dan Amerika Serikat untuk mencegah wabah rabies pada satwa liar. Virus ini relative stabil pada suhu tinggi dan dapat diberikan secara oral, sehingga memungkinkan untuk vaksinasi masal pada satwa liar dengan cara diletakkan pada umpan. Rencana untuk imunisasi pada populasi normal dapat dilakukan dengan cara memberikan umpan yang berisi makanan yang dibungkus di sekeliling dosis kecil dari virus hidup. Umpan diberikan dengan menggunakan helikopter pada daerah yang belum terinfeksi.


MAKALAH ILMU PENYAKIT VIRAL,tugas kuliah



0 komentar:

terima kasih